Waktu bayi saya masih berusia 2 hari, ia mengalami demam. Bayangkan, usia dua hari suhu tubuhnya sudah 38 derajat celsius. Saya khawatir bukan main, apalagi di tengah pandemi COVID19 yang kala itu sedang hangat-hangatnya jadi momok di berbagai wilayah di Indonesia.

bayi demam

Kami lantas berinisiatif ke dokter, karena tentu saja sebagai orangtua baru, kami tidak tahu apa yang harus dilakukan bila suhu bayi panas. Menurut artikel-artikel yang saya baca di internet, suhu 38 derajat sudah termasuk kategori demam. Suhu tubuh normal bayi berkisar di antara 36,5 hingga 37 derajat celsius.

Oya pengukuran suhu yang saya lakukan dengan menggunakan termometer merek Rossmax, dengan ujung termometer ditempatkan di bawah ketiak. Termometer ini dijual di pasaran, mudah ditemui di apotik terdekat. Harga sekitar 140 ribuan.

Pasien Gejala Demam/Panas Ditolak Klinik Karena COVID19

Waktu itu sore hari menjelang maghrib, kami berkeliling mencari klinik ibu dan anak terdekat bermodalkan Google Maps. Ketemulah satu klinik dekat dengan tempat kerja saya yang dahulu, Klinik Ibu dan Anak sebelum rel kereta api.

Klinik ini lumayan sepi sehingga kami langsung masuk saja ke dalam ruang pendaftaran. Sebelumnya sudah cuci tangan dengan sabun di tempat yang disediakan di depan pintu. Di dalam klinik, di bagian pendaftaran, ada dua orang petugas.

Saya utarakan bahwa saya ingin memeriksakan bayi saya. Petugas bertanya keluhannya apa. Saya jawab kalau anak saya demam. Tak diduga, petugas tersebut malah langsung meminta kami agar memeriksakan anak ke IGD rumah sakit. Saya sedih tapi saya maklum.

Kondisi pandemi COVID19 agaknya membuat klinik-klinik kecil ketakutan untuk menerima pasien dengan gejala-gejala tertentu, seperti anak saya yang demam ini contohnya. Kan belum diperiksa dan belum tentu COVID19, tapi sudah ditolak duluan.

Tapi saya maklum sih, waktu itu awal-awal pandemi merebak di Indonesia, mungkin belum ada aturan baku untuk menghadapi pasien-pasien dengan gejala tertentu, sehingga kalau ada pasien demam, pilek, batuk rasanya bakal ditolak dan disuruh langsung ke RS saja (Ini hanya pendapat pribadi dan bisa sangat salah, mohon jangan dijadikan referensi).

Saya sendiri sebetulnya sangat berat membawa anak saya ke RS atau periksa ke dokter, karena takut juga. Saya masih beranggapan bahwa RS atau klinik kesehatan bisa jadi tempat penularan sehingga sebisa mungkin jangan sakit lah.

Tapi demi anak saya, saya harus pasrah dan berserah diri. Saya yakinkan bahwa ini harus dilakukan, dan terus berdoa agar Allah SWT melindungi kami (saya, suami, bayi, dan ibuk saya). Akhirnya kami menuju sebuah RS terkenal di Jogja, terkenal mewah dan mahal hahaha.

Suami langsung menghentikan mobil di IGD khusus anak (thank God mereka punya IGD khusus anak). Waktu itu sekitar jam 8.30 malam. Dokter jaga langsung menanyai siapa yang ingin diperiksa. Saya jawab anak saya. Dokter jaga bertanya apa keluhannya, dan saya jawab panas demam 38 derajat.

Sang dokter langsung meminta saya menunggu di ruangan pemeriksaan khusus bayi (sepertinya, soalnya ada timbangan bayi didalamnya). Ruangan tersebut lebih kecil dan kosong, tapi lumayan dingin karena ber-AC.

Selagi suami melakukan pendaftaran, saya, ibuk dan si bayi menunggu di ruangan tersebut. Seorang dokter menghampiri kami di ruangan. Ia memperkenalkan dirinya sebagai dokter umum, masih muda, dan ramah (tampang saya tidak tahu ya, soalnya dia tertutup masker dan APD dari ujung kepala sampai ujung kaki).

Beda Dokter Umum dan Dokter Anak?

Sang dokter umum memeriksa suhu bayi menggunakan termometer tembak, ia mencatat suhu 37,5 derajat. Hmm turun sih, tapi saya rasa itu karena berada di ruangan AC yang dingin, jadi suhunya turun. Setelah memeriksa suhu, sang dokter menanyai, apakah ingin diperiksa dokter umum atau dokter anak?

Saya tanya balik dong, bedanya diperiksa sama dokter umum dan dokter anak apa?

Sang dokter umum menjawab, kalau dokter umum ya hanya akan mendiagnosa sesuai gejala-gejala, jadi kalau demam ya mungkin akan dikasi obat penurun panas, dsb. Tapi kalau dokter anak, dia akan mendiagnosa dengan tambahan-tambahan informasi lain sesuai dengan keilmuan dan pengalamannya menangani anak-anak.

Sang dokter umum mengatakan kalau memilih diperiksa oleh dokter umum, bisa saat itu juga dengan sang dokter. Tapi kalau memilih dokter spesialis anak, maka saya diminta menunggu 30 menit karena dokternya akan hadir di jam 21.00 malam.

Saya lihat bayi saya tertidur nyenyak dalam gendongan saya, dan tidak rewel, mungkin karena suhu ruangan dingin jadi sedikit meringankan panasnya. Atas pertimbangan itu, saya kemudian memilih diperiksa dengan dokter spesialis anak saja. Saya masih kuat memangku dan menggendong anak saya selama 30 menit meski bekas jahitan belum kering tsaaaahhh.

Akhirnya, sang dokter umum yang ramah pamit undur diri dan meminta saya menunggu hingga jam 21.00 WIB. Selama 30 menit saya cuma bengong memandangi wajah anak saya yang tertidur nyenyak. Suami selesai melakukan pendaftaran dan ikut menunggu di ruangan.

Pukul 21.00 lebih sedikit, dokter spesialis anak sudah tiba di IGD anak. Setelah bersiap-siap, sang dokter langsung masuk ke ruangan kecil tempat kami menunggu. Sang dokter anak adalah seorang bapak-bapak mungkin usia 50 an, ramah juga.

Beliau langsung bertanya keluhannya apa, saya jawab panas demam 38 derajat celsius. Pak dokter langsung mengeluarkan termometer tembak jenis lain (gak kayak pistol bentuknya, kayak senter kecil) dan mengukur suhu si bayi.

Pemeriksaan oleh Dokter Anak

Pak dokter mengukur suhu di 3 tempat, di dahi, di pundak, dan di bagian badan (di badan bawah lengan seingat saya). Dari 3 tempat pengukuran tersebut, suhunya berbeda-beda ternyata, jelas bagian tubuh luar yang terkena suhu AC lebih rendah suhunya. Tapi suhu bagian dalam tubuhnya, malah sudah mencapai 39 derajat celsius dan itu yang dipakai.

Pak dokter langsung meminta suster untuk memberikan obat penurun panas yang dimasukkan ke dalam anus. Setelah itu, dokter melakukan beberapa pengecekan lain pada bayi yang saya tidak tahu sama sekali itu ngapain hahaha.

Setelah selesai memeriksa, beliau kemudian duduk kembali dan bertanya beberapa hal ke kami.

Seperti

Kapan bayi lahirnya (saya jawab dua hari lalu)

Dimana dia lahir (di bidan)

Bagaimana kondisi ketika lahir, apa menangis, kulit kemerahan? (saya jawab iya menangis keras, kulit kemerahan)

Bagaimana warna air ketuban ketika lahir? (saya gak tahu soal ini, yang tahu suami saya karena dia yang lihat, tapi menurut suami sih agak hijau)

Kemudian adik bayi pintar menyusu? (saya jawab iya pintar menyusu karena sebelum demam ini dia berjam-jam menyusunya)

Penyebab Bayi Demam: Dehidrasi atau Infeksi

Kurang lebih pertanyaan yang saya ingat seperti itu. Menurut pengamatan dokter, dari tangis adik bayi yang melengking, beliau khawatir ada infeksi sebagai akibat dari kelahiran. Ada infeksi atau tidak harus dibuktikan dengan cek darah. Maka dari itu, adik bayi juga diambil darahnya untuk dites.

Kemudian, selain infeksi, bisa juga bayi dehidrasi sehingga suhu tubuh naik. Saya kemudian mengutarakan bahwa menurut bidan, bayi masih ada cadangan makanan selama 3 hari sehingga tidak apa-apa kalau ASI belum keluar sampai jangka waktu tersebut.

Nah anak saya umurnya dua hari, kenapa panas? Harusnya kan tidak apa-apa?

Saya sendiri juga bingung. Tapi dugaan saya, adalah karena ASI saya mungkin belum keluar, atau keluar tapi sedikit. Saya utarakan juga ini ke pak dokter.

Mengapa demikian?

Jadi, di malam sebelumnya, adek bayi menyusu saya selama berjam-jam semalaman, sampai saya pegal luar biasa. Tapi herannya dia tidak pipis-pipis juga. Waktu itu saya masih pakai popok kain, sehingga kalau basah pipis pasti ketauan.

Pak dokter mengatakan kalau adik bayi mimiknya pintar dan lancar, maka BAK dan BAB sudah tidak bisa dihitung lagi dalam sehari. Nah, anak saya, cuman sekali dua kali saja dalam sehari.

Dari situ, kesimpulannya mungkin anak saya dehidrasi karena kurang minum (capek nenen tapi) sehingga demam, atau mungkin ada infeksi.

Sembari mengobrol soal di atas, suster berjuang dengan keras mengambil sampel darah bayi saya. Ditusuk jari tangannya, dipencet-pencet, darah tidak mau menetes. Menyerah, suster ganti menyasar kakinya, ditusuk jarum dan dipencet-pencet juga, tapi hanya setetes dua tetes. Bu suster langsung membawa sampel darah tersebut ke lab.

Tapi tak berapa lama ia kembali lagi, alasannya sampel darahnya kurang banyak. Akhirnya dia membawa suntikan untuk mengambil sampel darah. Kali ini ke punggung tangan bayi yang masih mungil itu, kasihan harus sudah bertemu jarum di usia dua hari.

Suster menancapkan jarum, menarik tuas suntikan untuk menyedot darah, dan meninggalkan pintu suntikan terbuka. Alasannya, kalau terpaksa hasil lab menyatakan ada infeksi dan harus opname, tinggal pasang infus di tangannya tersebut.

Suster langsung kembali ke lab dan kami masih mengobrol panjang lebar dengan pak dokter. O ya pak dokter dan suster sempat mengajari saya cara dan posisi menyusui bayi yang benar, karena mereka sempat lihat cara dan posisi saya kurang tepat. Saya malu karena merasa kurang belajar.

Kemudian, menurut pak dokter, bila anak saya demam karena dehidrasi maka obatnya adalah minum ASI yang banyak. ASI adalah penurun demam bayi yang alami. Tapi beliau tetap meresepkan obat penurun demam untuk bayi dan vitamin.

Kalau ASI masih sedikit atau belum keluar, pak dokter menyarankan untuk disambung dengan susu formula dulu. Dosisnya kecil, 30 mili sekali minum. Maklum lambung bayi baru lahir masih sangat kecil, katanya sebesar kelereng saja.

Kemudian, kalau anak demam, maka lakukan hal-hal ini:

  1. Copot semua bajunya, sampai kaos dalam atau popok saja, jangan pakaikan baju sehingga dia malah kepanasan
  2. Biarkan suhu ruangan lebih sejuk, bisa buka jendela, nyalakan kipas angin (tapi tidak boleh mengarah ke adik bayi), atau nyalakan AC
  3. Beri bayi ASI sebanyak-banyaknya
  4. Kalau tidak juga turun panasnya, beri obat penurun panas untuk bayi

Kalau panasnya berlebihan sampai 39 derajat atau lebih, segera bawa ke dokter.Satu jam kemudian alhamdulillah hasil lab keluar dan bagus semua hasilnya. Tidak ada infeksi sehingga kemungkinan besar bayi mengalami dehidrasi. Kami pulang ke rumah dengan tenang. Sampai rumah langsung menerapkan protokol, kami semua mandi, ganti pakaian, untuk adik bayi dilap air hangat saja dan ganti baju.

Sampai jam dua belas malam ASI nampaknya masih belum lancar. Saya sudah sangat capek dan ngantuk karena dari malam sebelumnya tidak tidur (ya karena malam sebelumnya si bayik nenen ga berhenti-berhenti heheh). Jam 1 pagi suami berinisiatif mencari susu formula. Untuk ada apotik yang masih buka sehingga kami bisa langsung memberikan susu ke adik. Akhirnya suhu tubuhnya berangsur-angsur normal dan ia bisa tidur nyenyak.